Skip to main content


[TRILOGI TEKAD]

Hai, namaku Tekad. Orang-orang mendeskripsikan bentukku bulat. Padahal aku sendiri entah bagaimana bisa mengetahui rupa geometriku itu. Aku terlahir bersama niat banyak yg berkumpul, mungkin bentuknya cukup besar bahkan amat besar. Hingga jika ia berjalan beriringan denganku kami bisa mudah menguasai dunia, pikirku.

Ketika kami hendak berkompromi tuk menetapkan tujuan perjalanan kami. Dua karibku yg tak asing menghampiri.

Ikhtiar: "Apa yg sedang kalian lakukan? Apakah kalian merencanakan tuk bepergian? Kemanakah itu?"

Doa: "Iya, kalian mau kemana? Yakin kalian bisa bepergian dengan aman dan nyaman tanpa keikutsertaanku?"

Kami berdua saling tatap. Sedari kapan mereka disana? perlukah mereka ikut serta?

Tiba² kawan lama kami yg hampir saja terlupa namanya muncul dari balik pepohonan rindang, sungguh menyejukkan.

Tawakal: "Hey, apakah kau hendak melupakanku juga dalam perjalananmu kali ini? Bukankah 365 hari adalah perjalanan yg tak sekejap? Bagaimana kalian bisa tak mengajakku ikut serta?" .

Ah ya, kami paham sekarang. Kami ingat bagaimana perjalanan kami dengan dan tanpa kehadiran mereka. Dengan mereka perjalanan kami lebih bermakna. Lebih indah dibanding apapun juga.

Bagaimana ikhtiar selalu mengingatkan bahwa Allah, Tuhan kami kan merubah nasib hamba-Nya dengan adanya ikhtiar dalam tindak-tanduk kami (Q.S. ar-Ra'd: 11).

Kemudian doa menguatkan bahwa jika kami berdoa hanya kepada Allah niscaya Allah akan mengabulkan doa² kami, bagaimanapun cara-Nya (Q.S. Al Mukmin: 60).

Dan terakhir si tawakal nan menyejukkan, ia selalu hadir sebagai penenang. Allah menyukai mereka yang bertawakal setelah membulatkan tekad mereka (Q.S. Ali Imran: 159) tentunya juga setelah meluruskan niat.

2018 sudah berlalu. Di depan telah menanti 2019. Dan akan ada 2000-an lainnya. Entah akankah sampai pada perjalanan berikutnya? Setidaknya bersama mereka selalu ada harapan dalam tiap pergantian malam-Nya, dan tak kan ada kecewa pada tiap harap yg belum didapat.

Apapun itu, aku bersyukur memilikimu dalam tiap perjalananku, hingga aku menginjakkan kaki di kampung halamanku. -tekad

Comments

Popular posts from this blog

Sabr.

Dari tadi nunggu kereta ke arah tujuan tak kunjung datang. Yang di sebrang, yang gak ditungguin malah silih berganti hadirnya. Jadi intinya apa? Jika hingga petang nanti tak kunjung datang, masihkah kamu bersabar, wahai diri? Sabr. Tidak ada batasnya, harusnya. Tapi, apakah sabarmu tidak ada batasnya? Walau yang kau tunggu benar-benar tidak datang, masihkah kau kokoh berdiri menanti hadirnya? Jika kau khawatir tak sanggup, maka carilah penguat agar kau mendapatkannya, sesuatu yang kau tuju atau buah dari kesabaranmu.

PKMU 2 - Leading The Change

Karawang (BEM UNJ)- Akhirnya sampai pula pada acara inti PKMU, yaitu PKMU 2 sebelum ke pengabdian masyarakat pada PKMU 3 yang dilaksanakan pada Jum’at sampai dengan Minggu kemarin, tepatnya tanggal 1-3 Mei 2015 di Kampung Pisangan, Desa Cemara Jaya 3, Cibuaya, Karawang, Jawa Barat. Lebih dari 100 orang peserta menghadiri agenda tersebut. Termasuk Kami, saya dan teman-teman kelompok 4 ikut meramaikan agenda PKMU 2 itu. Banyak yang kami dapatkan dalam agenda PKMU tersebut. Dari mulai materi yang luar biasa sampai kebiasaan-kebiasaan yang bersifat kekeluargaan kami dapatkan disana. Pemberangkatan dimulai dari kumpul di stasiun Kota, kemudian peserta dan panitia bersama-sama berangkat menuju Karawang pada pukul 10.15 setelah kereta Jakarta-Purwakarta yang melewati tempat tujuan yaitu Karawang melaju. Sampai di stasiun Karawang, peserta dikondisikan untuk sholat dzuhur dan ashar dijamak. Dengan koordinasi ke beberapa supir angkot, akhirnya panitia memberangkatkan peserta m

Pandang Aku dengan kedua Matamu

            Dengan sambutan terbaiknya, seorang pekerja di UNJ yang berprofesi sebagai Gondola menyetujui untuk memberikan sumbangsih pendapatnya mengenai profesinya di UNJ. Ia juga menyampaikan isu-isu yang ia ketahui di Universitas Negeri Jakarta. Dengan usianya yang terbilang muda yang nampak dari semangat bekerjanya ketika di wawancarai, ia memaparkan jawaban atas setiap pertanyaan yang dilontarkan kepadanya, Mas - Mas berusia 22 tahun ini bernama “ Mas Rahmat”, begitu dia meminta sebagai nama panggilannya. Di Gedung IDB 2 lantai 1 sebelah Gedung Rektorat kami berbincang-bincang banyak hal mengenai kampus imut yang terletak di Jakarta ini. Tak ada masalah dengan pekerjaan yang dipikulnya sebagai Gondola saat ini. Pekerjaan yang sudah ia tekuni selama tiga bulan terakhir ini, merupakan pekerjaan yang nyaman menurutnya, dibandingkan dengan pekerjaannya di PT tempat ia bekerja sebelumnya. Saat ini Mas Rahmat bekerja di PT Sapta Sarana Sejahtera. PT yang bekerjasama dengan UNJ h