[TRILOGI TEKAD] Hai, namaku Tekad. Orang-orang mendeskripsikan bentukku bulat. Padahal aku sendiri entah bagaimana bisa mengetahui rupa geometriku itu. Aku terlahir bersama niat banyak yg berkumpul, mungkin bentuknya cukup besar bahkan amat besar. Hingga jika ia berjalan beriringan denganku kami bisa mudah menguasai dunia, pikirku. Ketika kami hendak berkompromi tuk menetapkan tujuan perjalanan kami. Dua karibku yg tak asing menghampiri. Ikhtiar: "Apa yg sedang kalian lakukan? Apakah kalian merencanakan tuk bepergian? Kemanakah itu?" Doa: "Iya, kalian mau kemana? Yakin kalian bisa bepergian dengan aman dan nyaman tanpa keikutsertaanku?" Kami berdua saling tatap. Sedari kapan mereka disana? perlukah mereka ikut serta? Tiba² kawan lama kami yg hampir saja terlupa namanya muncul dari balik pepohonan rindang, sungguh menyejukkan. Tawakal: "Hey, apakah kau hendak melupakanku juga dalam perjalananmu kali ini? Bukankah 365 hari adalah perjalanan yg t
Dari tadi nunggu kereta ke arah tujuan tak kunjung datang. Yang di sebrang, yang gak ditungguin malah silih berganti hadirnya. Jadi intinya apa? Jika hingga petang nanti tak kunjung datang, masihkah kamu bersabar, wahai diri? Sabr. Tidak ada batasnya, harusnya. Tapi, apakah sabarmu tidak ada batasnya? Walau yang kau tunggu benar-benar tidak datang, masihkah kau kokoh berdiri menanti hadirnya? Jika kau khawatir tak sanggup, maka carilah penguat agar kau mendapatkannya, sesuatu yang kau tuju atau buah dari kesabaranmu.